Dalam rangka ngenteg
KEPUTUSAN BANDESA ADAT SUKAWATI
NOMOR : 21/SKEP/VI/2021
TENTANG
PENETAPAN PETUGAS ADMINISTRASI DESA ADAT SUKAWATI
ATAS ASUNG KERTHA WARANUGRAHA HYANG WIDHI WASA
BANDESA ADAT SUKAWATI DESA SELEMADEG KECAMATAN SELEMADEG
KABUPATEN TABANAN
Menimbang :
a. Bahwa dalam upaya penguatan kedudukan, tugas dan fungsi
Desa Adat di Bali sesuai visi " Nangun Sad Kerthi Loka Bali "
Melalui pola pembangunan Semesta
Berencana menuju Bali
Era Baru diperlukan tenaga penata
Administrasi yang
berkompeten
b. Bahwa
untuk memberikan dukungan terhadap pembangunan
data
berbasis Desa Adat yang dilaksanakan melalui
pelaksanaan
pembangunan yang berkesinambungan
diperlukan tenaga khusus
c. Bahwa
berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud pada
huruf
a dan huruf b, maka dipandang perlu menetapkan
Petugas
Khusus Administrasi yang Selanjutnya disebut dengan
Admin Desa
Adat Sukawati Desa Selemadeg Kecamatan
Selemadeg Kabupaten
Tabanan
Mengingat : 1. Undang-undang Nomor 23 Tahun 2014
tentang Pemerintahan
Daerah (
Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor
244, Tambahan
lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014
Nomor 5587)
sebagaimana telah diubah dengan Peraturan
Pemerintah
Pengganti Undang-undang Nomor 2 Tahun 2014
Tentang
Perubahan atas Undang-undang Nomor 23
Tahun2014Tentang Pemerintahan Daerah ( Lembaran Negara
Republik
Indonesia Tahun 5589 )
2. Peraturan Daerah Provinsi Bali Nomor 4
Tahun 2019 tentang Desa
Adat di Bali ( Lembaran Daerah Provinsi Bali Tahun 2019
Nomor 4,
Tambahan
lembaran daerah Nomor 4
3. Awig-awig Desa Adat Sukawati Nomorr 09
Tahun 1998
MEMUTUSKAN
Menetapkan :
KESATU :
Menunjuk dan menetapkan I MADE TARTHA
CANDRA NEGARA
Sebagai tenaga Administrasi ( Admin ) Desa
Adat Sukawati Desa
Selemadeg
Kecamatan selemadeg Kabupaten Tabanan
KEDUA : Petugas Administrasi dimaksud pada
dictum kesatu bertugas :
a.
Menyelenggarakan/, mengelola administrasi Desa Adat Sukawati
b.
Melaksanakan pengarsipan surat-surat sesuai
ketentuan yang berlaku baik arsip dalam bentuk soft copy maupun hard copy
c.
Melaksanakan agenda surat menyurat baik surat
keluar maupun surat masuk terkait dengan urusan Desa Adat
d.
Mendampingi Penyarikan dan Patengen Desa Adat dalam hal
terkait dengan administrasi Desa Adat
KETIGA
: Segala biaya yang timbul akibat ditetapkan keputusan ini
dibebankan pada
Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa Adat
serta dari Pihak
lain yang syah dan tidak mengikat
KEEMPAT :
Keputusan ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan
Ditetapkan di Sukawati
pada
tanggal 23 Juni 2021
PERAREM DESA ADAT SUKAWATI TENTANG
TATA CARA
NGADEGANG BANDESA DAN
PRAJURU DESA ADAT SUKAWATI
TAHUN 2023
PARAREM DESA ADAT SUKAWATI
NOMOR :
37 TAHUN 2023
TENTANG
TATA CARA NGADEGANG BANDESA DAN PRAJURU DESA ADAT PUJUNG SARI
MURDACITTA
Desa Adat Sukawati merupakan
kesatuan masyarakat hukum adat yang tumbuh berkembang serta memiliki hak asal usul,
hak tradisional, dan hak otonomi asli mengatur
rumah tangganya sendiri yang keberadaannya diakui dalam Negara Kesatuan
Republik Indonesia serta dikukuhkan
eksistensinya melalui Perda Provinsi Bali No. 4 Tahun 2019 tentang
Desa Adat di Bali.
Bahwa Desa Adat Pujung Sari merupakan
Desa Adat Apanaga, yang merupakan satu kesatuan hukum yang secara historis mempunyai batas wilayah dan identitas budaya yang terbentuk atas dasar teritorial yang berwenang mengatur
dan mengurus kepentingan masyarakat Desa berdasarkan
hak asal-usul. Desa adat Pujung Sari berada di wilayah Desa Dinas/Kelurahan Sebatu, Kecamatan Tegallalang, Kabupaten Gianyar, dengan batas wilayah sebagai berikut :
a. Sebelah Timur : Jalan
Raya Denpasar-;Gilimanuk sampai Tukad Unun
b. Sebelah Selatan : Sebelah Utara Jalan
Raya Denpasar - Gilimanuk
c. Sebelah Barat : Pangkung
Gadinngan
d. Sebelah Utara : Sisi
Selatan Tanah milik I Gusti Made Debot, dan setra Griya masih
berada di wilayah Desa Adat
Sukawati
Bahwa uraikan
juga secara deskriptif ketentuan hukum berikut
1.
Pasal 18 B ayat (2) Undang-undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945;
2.
Peraturan Daerah Provinsi Bali Nomor 4 Tahun 2019
tentang Desa Adat di Bali (Lembaran
Daerah Provinsi Bali Tahun 2019 Nomor 4, Tambahan Lembaran Daerah
Provinsi Bali Nomor 4);
3.
Peraturan Gubernur Bali Nomor 34 Tahun 2019 tentang Pengelolaan Keuangan Desa
Adat di Bali (Berita Daerah Provinsi Bali
Tahun 2019 Nomor 34);
4. Peraturan Gubernur Bali
Nomor 4 Tahun 2020 tentang Peraturan Pelaksanaan Peraturan Daerah Provinsi Bali Nomor 4 Tahun 2019 Tentang Desa
Adat di Bali (Berita Daerah
Provinsi Bali Tahun 2020 Nomor 4);
5.
Keputusan Paruman Agung Desa Adat se-Bali Tahun 2019 Nomor : 09/KEP/DA- BALI/2019 tentang
Deklarasi Pembentukan Majelis
Desa Adat (MDA);
6.
Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga (AD/ART)
Majelis Desa Adat di Bali Tahun 2020;
7.
Awig-Awig Desa Adat Sukawati
Tahun 1998
Bahwa dengan mempertimbangkan dan memperhatikan hal hal
tersebut di atas, maka Paruman Desa
Adat Sukawati yang dilaksanakan pada
hari Weraspati, Wage Pujut, Tanggal masehi, 31 Agustus 2023 bertempat di Bale
Banjar Adat Sukawati memutuskan, menetapkan, dan mengesahkan Pararem Desa Adat tentang Tata Cara
Ngadegang Bandesa Adat Dan Prajuru Desa Adat dengan ketentuan dan pengaturan sebagai
berikut:
BAB I KETENTUAN
UMUM
Pasal 1
Dalam Pararem ini yang dimaksud dengan:
1) Desa Adat adalah Desa Adat Sukawati;
2) Banjar Adat atau Banjar
Suka Duka merupakan
bagian dari Desa Adat Sukawati;
3) Krama Desa Adat adalah krama mipil Desa Adat Sukawati;
4) Prajuru Desa Adat adalah Pengurus Desa Adat
Sukawati;
5) Bandesa Adat adalah Pucuk Pengurus Desa Adat Sukawati;
6)
Majelis Desa Adat yang selanjutnya disingkat MDA adalah
persatuan (pasikian) Desa Adat di
tingkat Provinsi, Kabupaten/Kota, dan Kecamatan secara berjenjang yang memiliki tugas dan kewenangan di bidang pengamalan
adat istiadat yang bersumber dari Agama Hindu serta kearifan lokal dan berfungsi
memberikan nasihat, pertimbangan, pembinaan, penafsiran, dan
keputusan bidang adat, tradisi, budaya, sosial religius, kearifan lokal, hukum adat, dan ekonomi
adat;
7)
Paruman Desa Adat atau yang disebut dengan sebutan lain adalah lembaga pengambil keputusan tertinggi menyangkut
masalah prinsip dan strategis di Desa Adat Sukawati;
8)
Pararem adalah aturan/keputusan Paruman Desa Adat
sebagai pelaksanaan Awig- Awig atau mengatur hal-hal
baru dan/atau menyelesaikan perkara adat/wicara di Desa Adat Sukawati;
BAB II
ASAS DAN PRINSIP
Pasal 2
(1)
Pemilihan Bandesa dan Prajuru Desa Adat dilaksanakan secara musyawarah dengan
berasaskan:
a. kawigunan,
b. padumpada,
c. manyama braya,
d. sarwa ada,
e. sareng sareng,
f. gilik saguluk,
g. parasparo
h. salunglung
sabayantaka
i. keseimbangan sakala – niskala
(2)
Prinsip pelaksanaannya adalah
adanya keseimbangan proses
sekala dan niskala
BAB III
MAKSUD DAN TUJUAN
Pasal 3
(1)
Pararem ini dimaksudkan untuk memberikan pedoman dan menjadi tuntunan bagi Panitia Pemilihan (Prawartaka Panyudian), Prajuru Desa Adat, para Calon Prajuru, dan Krama Desa Adat dalam menjalani tahapan-tahapan Ngadegang Bandesa dan Prajuru Desa Adat secara musyawarah mufakat;
(2)
Pararem ini bertujuan
mensukseskan perencanaan dan pelaksanaan ngadegang
Bandesa dan Prajuru Desa Adat Sukawati sehingga menghasilkan pemimpin
yang mendapatkan kepercayaan dan pengakuan dari krama Desa Adat dan menjaga eksistensi Desa Adat.
IV RUANG LINGKUP
Pasal 4
Ruang Lingkup Pemilihan Bandesa
Adat dan Prajuru
Desa Adat meliputi:
a.
Organisasi Prajuru Desa Adat
b.
Tahap Persiapan;
b. Tahap Penjaringan Bakal Calon Bandesa dan Prajuru Desa Adat;
c. Tahap Penetapan Calon;
e. Tahap Musyawarah Pemilihan;
d. Tahap Pengesahan Bendesa
dan Prajuru Terpilih; dan
e. Tahap Pengukuhan Bendesa
dan Prajuru Terpilih.
BAB
V
ORGANISASI
PRAJURU DESA ADAT
Bagian Pertama Organisasi Prajuru
Desa Adat
Pasal 5
(1) Prajuru Desa Adat sekurang-kurangnya terdiri
atas:
a.
Bandesa Adat
b.
Patajuh
c.
Panyarikan dan
d.
Patengen
(2) Bandesa Adat adalah Pamucuk Prajuru Desa Adat;
(3) Prajuru Desa Adat sebagaimana dimaksud ayat (1) dapat ditambah
dengan Bhaga- bhaga
sesuai kebutuhan;
(4) Banyaknya Patajuh, Panyarikan, dan Patengen sebagaimana dimaksud ayat (1) sekurang-kurangnya satu dan dapat ditambahkan sesuai kebutuhan;
(5) Keputusan Prajuru
Desa Adat bersifat
Kolektif Kolegial.
Pasal 6
(1) Masa Bakti Bandesa Adat dan Prajuru
Desa Adat adalah
5 (lima) Warsa isaka menurut
hitungan sasih terhitung sejak disahkannya melalui upacara pengukuhan
dan pajayan- jayaan;
(2) Bandesa Adat dan Prajuru
Desa Adat dapat dipilih berturut-turut dalam jabatan yang sama untuk masa bakti
dua periode.
Bagian Kedua
Persyaratan
Bandesa Adat dan Prajuru
Desa Adat
Pasal 7
Persyaratan Bandesa
Adat adalah sebagai
berikut :
a.
Krama Pengarep;
b.
Bertempat tinggal di Wewidangan Desa Adat;
c.
Memiliki Pengalaman sebagai prajuru kelembagaan Desa Adat atau kepanitiaan karya Desa Adat;
d.
Memegang teguh Awig-Awig serta Perarem Desa Adat;
e.
Tan ceda angga, sehat jasmani dan rohani;
f.
Memiliki kemampuan bekerjasama yang baik dengan Pemerintah, Pemerintah Daerah, MDA, Desa Adat Lainnya, dan Lembaga
Non-Pemerintahan Lainnya, namun tetap mampu menjaga independensi Desa Adat;
g.
Memiliki komitmen, kemampuan, dan kecakapan yang kuat dalam menjaga dan memperjuangkan keberadaan dan keberlanjutan Desa Adat;
h.
Memiliki komitmen, kemampuan, dan kecakapan yang kuat untuk menjaga adat, budaya, tradisi Desa Adat dan tradisi Bali serta agama
Hindu sebagai jiwa Desa Adat.
i.
Umur sekurang-kurangnya 40 Tahun;
j.
Berpendidikan serendah-rendahnya SMA atau sederajat;
k.
Tidak menjadi anggota
dan/atau pengurus organisasi terlarang;
l.
Tidak merangkap jabatan
sebagai perbekel atau jabatan sejenis
dalam Pemerintahan Desa
Dinas/Kelurahan; dan
m.
Tidak merangkap menjadi
pengurus partai politik.
Pasal 8
Persyaratan Prajuru
Desa Adat lainnya
adalah sebagai berikut:
a.
Krama Pengarep;
b.
Bertempat tinggal di Wewidangan Desa Adat;
c.
Memegang teguh Awig-Awig serta Perarem Desa Adat;
d.
Tan ceda angga, sehat jasmani dan rohani;
e.
Memiliki kemampuan bekerjasama yang baik dengan Pemerintah, Pemerintah Daerah, MDA, Desa Adat Lainnya, dan Lembaga
Non-Pemerintahan Lainnya, namun tetap mampu menjaga independensi Desa Adat;
f.
Memiliki komitmen, kemampuan, dan kecakapan yang kuat dalam menjaga dan memperjuangkan keberadaan dan keberlanjutan Desa Adat;
g.
Memiliki komitmen, kemampuan, dan kecakapan yang kuat untuk menjaga adat, budaya, tradisi Desa Adat dan tradisi Bali serta agama
Hindu sebagai jiwa Desa Adat.
h.
Umur sekurang-kurangnya 30 Tahun;
i.
Berpendidikan serendah-rendahnya SMA atau sederajat;
j.
Tidak menjadi anggota
dan/atau pengurus organisasi terlarang;
VIPERSIAPAN
Bagian Pertama
Penyampaian Berakhirnya Masa Jabatan Prajuru
Desa Adat Pasal 9
(1)
Bandesa dan Prajuru Desa Adat wajib menyampaikan akan
berakhir masa baktinya kepada Krama
Desa Adat selambat-lambatnya 6 (enam) bulan sebelum berakhirnya masa bakti
sebagai Bandesa Adat dan Prajuru Desa Adat;
(2)
Penyampaian sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dilakukan secara tertulis dan disampaikan kepada Krama Desa sekurang-kurangnya melalui pasangkepan
Desa Adat;
Bagian
Kedua Panitia Pemilihan
Pasal 10
(1)
Untuk melaksanakan Pemilihan Ngadegang Bandesa dan
Prajuru Desa Adat dibentuk Pantia Pemilihan (Prawartaka Panyudian);
(2)
Panitia Pemilihan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dibentuk selambat-lambatnya 3 (tiga)
bulan sebelum berakhirnya masa bakti dari Bandesa dan Prajuru Desa Adat dan ditetapkan
dengan Keputusan Bandesa Adat;
(3)
Panitia Pemilihan berjumlah 3 sampai 9 (sembilan)
orang dengan kompoisisi, terdiri atas:
a)
Kelian/Ketua merangkap anggota,
b) Juru Tulis/Sekretaris merangkap Anggota,
dan
c)
Angga (Anggota).
(4)
Ketua dan Sekretaris Panitia Pemilihan, dipilih secara
musyawarah mufakat oleh para anggota;
(5)
Panitia Pemilihan dapat berasal dari unsur Sabha Desa,
Kelembagaan Desa Adat, Prajuru Banjar
Adat dan/atau unsur Krama Desa Adat berdasarkan kemampuan dan kecakapannya dan dipilih secara musyawarah
mufakat dan/atau ditunjuk oleh unsur masing-masing;
Pasal 11
Panitia Pemilihan mempunyai tugas:
a.
Merencanakan, mengkoordinasikan, menyelenggarakan, dan mengendalikan semua tahapan pelaksanaan pemilihan;
b. Menyusun Jadwal
Tahapan;
c.
Melaporkan Tahapan Jadwal Pelaksanaannya kepada
Majelis Desa Adat Provinsi Bali melalui
MDA Kecamatan dan MDA Kabupaten/Kota dalam bentuk Softcopy maupun Hardcopy;
d.
Mensosialisasikan Pararem dan Tahapan Ngadegang
Bandesa Adat dan Prajuru Desa
Adat;
e. Memfasilitasi penjaringan dan penyaringan bakal calon;
f. Menetapkan calon yang memenuhi
persyaratan;
g. Memfasilitasi musyawarah para calon;
h.
Memfasilitasi Paruman Desa Adat untuk melaksanakan Musyawarah Pemilihan Bendesa dan Penunjukan Prajuru
Desa Adat oleh Bendesa Terpilih;
i.
Membuat berita acara Pelaksanaan dan Pengesahan hasil Musyawarah dan Mufakat Pemilihan;
j.
Menyampaikan permohonan penetapan
dan pengukuhan Bandesa
Adat dan Prajuru
Desa Adat terpilih kepada Majelis Desa Adat Provinsi Bali sesuai
mekanisme yang ditetapkan;
k. Memfasilitasi pelaksanaan pengukuhan dan Pejaya-jayaan.
BAB VII TAHAPAN
PELAKSANAAN
Bagian Pertama
Mekanisme Penjaringan Bakal Calon Pasal 12
Penjaringan dan pengusulan bakal calon Bendesa
Adat dan bakal calon Prajuru
Desa Adat lainnya
dilakukan secara bersamaan atau simultan.
Pasal 13
Penjaringan pengusulan bakal calon Bendesa
Adat dan bakal calon Prajuru
Desa Adat dapat dilakukan oleh krama ngarep, melalui mekanisme:
a. Penjaringan calon Bandesa melalui
anggota krama pengarep
Desa Adat Pujung
Sari;
b.
Penjaringan calon Prajuru
Desa Adat melalui
anggota krama pengarep
Desa Adat Pujung
Sari;
Pasal 14
(1)
Penjaringan pengusulan bakal calon Bandesa dan bakal calon Prajuru Desa
Adat oleh Desa Adat dilakukan melalui musyawarah krama Desa Adat Pujung
Sari;
(2) Setiap krama Desa Adat dapat
mengusulkan 1 (satu) orang calon Bandesa dan/atau Prajuru Desa Adat lainnya;
(3) Setiap orang yang diusulkan sebagaimana dimaksud ayat (2) harus
berasal dari Desa Adat Sukawati;
(4) Hasil Musyawarah penjaringan
atas pengusulan calon Bandesa dan calon Prajuru Desa Adat dituangkan dalam berita acara penjaringan pengusulan dan
selanjutnya diserahkan kepada panitia pemilihan;
Pasal 15
(1) Penjaringan sebagaimana
dimaksud pasal 13 dan pasal 14 dilaksanakan paling lambat 7 (tujuh)
hari terhitung sejak sosialisasi dan/atau
pemberitahuan oleh panitia
pemilihan;
(2) Penyerahan berita acara musyawarah penjaringan pengusulan calon Bandesa dan Prajuru Desa Adat sebagaimana dimaksud pasal 14 ayat (4) kepada panitia
pemilihan dilaksanakan paling
lambat 8 (delapan) hari terhitung sejak sosialisasi/pemberitahuan oleh panitia pemilihan;
(3) Krama Desa yang tidak
menghadiri musyawarah penjaringan pengusulan calon Bandesa dan Prajuru Desa Adat dinyatakan kehilangan hak dalam mengusulkan bakal calon Bandesa
dan/atau bakal calon Prajuru
Desa adat.
Bagian kedua Mekanisme
Penetapan Calon
Pasal 16
(1) Panitia Pemilihan menerima
berita acara hasil penjaringan dan pengusulan bakal calon Bendesa
dan/atau Prajuru Desa Adat;
(2) Panitia Pemilihan
merekapitulasi hasil penjaringan dan pengusulan bakal calon Bandesa Adat dan/atau Prajuru Desa Adat
berdasarkan berita acara sebagaimana dimaksud ayat (1).
Pasal 17
(1) Panitia pemilihan
mengundang krama Desa Adat yang dijaring dan diusulkan untuk menjadi bakal calon Bandesa
dan/atau bakal calon Prajuru Desa Adat untuk menyampaikan
hasil Musyawarah penjaringan dan pengusulan bakal calon yang telah dilakukan
krama Desa Adat;
(2) Panitia Pemilihan
meminta bakal calon sebagaimana dimaksud
ayat (1) untuk
melengkapi administrasi
pencalonan dengan membuat pernyataan diri telah memenuhi persyaratan dan siap untuk berproses dalam pemilihan secara
musyawarah mufakat.
Pasal 18
(1) Panitia Pemilihan menetapkan bakal calon Bandesa Adat dan/atau Prajuru Desa Adat yang memenuhi persyaratan;
(2) Penetapan calon Bandesa dan/atau
calon Prajuru Desa Adat dilakukan
selambat- lambatnya 5 (lima) hari sejak penyampaian hasil penjaringan kepada
bakal calon;
Bagian Ketiga Musyawarah Pemilihan
Pasal 19
(1)
Musyawarah Pemilihan dilakukan dalam dua tahapan,
yaitu:
a. Tahapan Musyawarah antar Calon; dan
b. Tahapan
Musyawarah dalam Paruman Desa sebagai Lembaga Pengambil Keputusan Desa Adat
(2)
Musyawarah antar calon sebagaimana dimaksud ayat (1)
huruf a adalah musyawarah diantara para calon untuk kesepahaman dalam pengisian struktur keprajuruan;
(3)
Musyawarah Lembaga Pengambil Keputusan sebagaimana
dimaksud ayat (1) huruf b adalah musyawarah peserta Paruman Desa Adat untuk memilih dan menetapkan Bandesa
Adat terpilih;
Pasal 20
(1)
Panitia Pemilihan mengundang para calon Bandesa Adat dan/atau prajuru Desa Adat untuk mengikuti musyawarah pemilihan antar
calon;
(2)
Panitia Pemilihan memberikan kesempatan kepada para
calon untuk saling terbuka bernusyawarah
untuk menyepakati rancangan Bandesa Adat terpilih dan menyepakati rancangan
personalia organisasi Prajuru
Desa adat lainnya;
(3)
Apabila musyawarah pemilihan antar para calon
sebagaimana dimaksud ayat (2) belum membuahkan
hasil, maka panitia pemilihan dapat mengusulkan kepada Prajuru Desa Adat dan Para Calon mengundang MDA
Provinsi untuk memberikan penjelasan atau langsung
ke Musyawarah dalam Paruman Desa Adat sebagai Lembaga Pengambil Keputusan;
(4)
Panitia Pemilihan membuat Berita Acara atas hasil
Musyawarah Pemilihan antar calon dan dilanjutkan ketahap berikutnya sesuai
prosedur mekanisme yang berlaku;
Pasal 21
(1)
Panitia Pemilihan atas sepengetahuan Bandesa
Adat dan/Atau Prajuru
Desa Adat
menyelenggarakan Paruman
Desa Adat;
(2)
Paruman Desa Adat sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
adalah Lembaga Pengambil Keputusan
Desa Adat, yang dihadiri oleh seluruh krama pengarep, atau karena sesuatu dan lain hal dapat hanya perwakilan dari unsur sebagai berikut :
a. Panitia Pemilihan;
b. Calon Bandesa Adat dan/atau
Calon Prajuru;
c. Prajuru Desa Adat;
d. Sabha Desa Adat;
e. Prajuru Kelembagaan Desa Adat;
f. Prajuru Banjar
Adat; dan
g. Perwakilan Krama
Desa Adat.
(3)
Ketua Panitia dan Sekretaris Panitia
adalah Pimpinan dalam Paruman Desa Adat Sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2);
(4)
Panitia Pemilihan menyampaikan dalam Paruman Desa Adat
tentang hasil penjaringan bakal calon, penetapan calon, dan hasil fasilitasi musyawarah antar calon;
(5)
Panitia Pemilihan menyampaikan hasil musyawarah antar
calon sebagaimana telah dituangkan dalam Berita Acara Musyawarah antar Calon;
(6)
Panitia Pemilihan meminta
Pasuara Paruman Desa Adat untuk memufakati hasil musyawarah antar calon sebagaimana dimaksud ayat (5), sehingga terpilih Bandesa Adat secara
Musyawarah dan Mufakat;
Pasal 22
(1)
Kepada Peserta Paruman
Desa Adat, Panitia
Pemilihan menyampaikan tahapan
penjaringan calon, tahap penetapan calon, dan tahap musyawarah antar
calon serta tidak
terjadinya kesepahaman antar calon sebagaimana telah dituangkan dalam Berita Acara;
(2)
Panitia Pemilihan memfasilitasi/memimpin musyawarah
untuk memilih Bandesa Adat dengan tahapan sebagai berikut:
a. Tahapan Musyawarah; dan
b. Tahapan Mufakat
(3)
Tahapan Musyawarah sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf
a dilaksanakan dengan cara meminta pasuara
dari masing-masing peserta
Paruman Desa Adat, sehingga didapatkan dominasi atau kecenderungan pasuara dari peserta rapat
(4)
Tahapan Mufakat sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b adalah tahap memufakati hasil dominasi atau
kecenderungan pasuara sebagaimana diperoleh saat pelaksanaan tahapan musyawarah;
(5)
Panitia Pemilihan minta persetujuan Paruman
Desa Adat untuk memufakati Calon Bandesa
Adat dan Prajuru
Desa Adat yang mendapatkan dominasi
Pasuara dari Peserta
Paruman sebagai Bandesa
Adat dan Prajuru Desa Adat Terpilih.
Pasal 23
(1) Bandesa Adat terpilih diberikan
kesempatan untuk melengkapi pengisian struktur keprajuruan Desa Adat;
(2) Pengisian personalia keprajuruan dengan mengutamakan nama-nama calon Prajuru
yang telah dimufakati oleh
paruman Desa Adat sebagaimana telah dituangkan dalam berita acara;
(3) Apabila dipandang perlu Bandesa Adat terpilih dapat menunjuk dan/atau
meminta kembali kepada
Desa Adat untuk mengusulkan bakal calon Prajuru
sesuai kebutuhan;
(4) Pengisian
personalia keprajuruan dilakukan paling lambat 7 (tujuh) hari setelah Bandesa dan Prajuru
Desa Adat terpilih dimufakati.
BAB VIII
PENGESAHAN BANDESA DAN PRAJURU DESA ADAT
Pasal 24
(1)
Panitia Pemilihan menyampaikan hasil musyawarah dan mufakat pemilihan
Bandesa Adat untuk
mendapatkan pengesahan Paruman
Desa Adat;
(2)
Bandesa Adat terpilih
menyampaikan hasil pengisian struktur keprajuruan Desa Adat untuk selanjutnya disahkan oleh Paruman Desa Adat
(3)
Pengesahan Bandesa Adat Terpilih dan Prajuru Desa Adat yang dipilih dan/atau
ditetapkan secara musyawarah mufakat dituangkan dalam Berita Acara;
Pasal 25
Paruman Desa Adat dalam rangka pengesahan bersifat terbuka, dan dapat
dihadiri oleh peninjau dari LPM,
Lurah, MDA Kecamatan, Tripika Kecamatan dan/atau pihak lain yang mendapat izin dari Panitia Pemilihan.
BAB IX PENGUKUHAN DAN PEJAYA JAYAAN
Bagian Kesatu
Permohonan Surat Keputusan Pengukuhan Pasal 26
(1)
Panitia menyampaikan Permohonan Penerbitan Surat Keputusan
Penetapan dan Pengukuhan Prajuru Desa Adat yang telah
dipilih atau ditetapkan secara musyawarah mufakat (gilik-saguluk, parasparo) dan disahkan
oleh Paruman Desa Adat kepada MDA Provinsi Bali, selambat-lambatnya 7
(tujuh) hari sebelum dilaksanakannya upacara
pengukuhan dan Pajaya-jayaan;
(2)
Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
ditujukan kepada Bandesa Agung MDA Provinsi
Bali, dan dilaksanakan sesuai mekanisme yang berlaku.
Bagian Kedua Pengukuhan dan Pejaya jayaan
Pasal 27
(1)
Penetapan dan Pengukuhan Bandesa Adat dan Prajuru Desa
Adat berdasarkan Surat Keputusan MDA Provinsi
Bali.
(2)
Pengukuhan dilaksanakan oleh MDA sesuai
mekanisme yang diselenggarakan oleh Panitia Pemilihan;
(3)
Pejaya-jayaan dilaksanakan di Pura Desa,Puseh & Bale Agung Desa Adat Pujung Sari, pada Purnama
Sasih Karo dengan
dipuput oleh Pemangku manut dresta;
(4)
Pelaksanaan Pengukuhan dan Pajaya jayaan
dilaksanakan pada hari yang bersamaan atau dapat dilaksanakan pada hari yang berbeda.
(5)
Pada saat upacara Pejaya jayaan, dilaksanakan upacara pemegat
ayah - ayahan untuk Prajuru
yang lama ( digantikan );
BAB X KETENTUAN PENUTUP
Pasal 28
Hal-hal yang belum diatur dalam pararem ini, sepanjang tidak bertentangan
dengan Awig- awig dan Pararem ini, dapat diatur
tersendiri melalui keputusan prajuru atau keputusan
panitia pemilihan.
Pasal 29
(1)
Pararem Desa Adat ini berlaku
sejak diumumkan pemberlakuannya;
(2)
Agar Krama Desa Adat mengetahui dan memahami pararem
ini, maka Prajuru Desa Adat berkewajiban melakukan sosialisasi secara optimal;
(3)
Bila dipandang perlu, sebagai akibat adanya
perkembangan situasi, kondisi, dan/atau kebutuhan
Desa Adat, maka pararem ini akan dilakukan penyesuaian sebagaimana mestinya.
DITETAPKAN DI SUKAWATI
PADA TANGGAL
: 21 AGUSTUS 2023 BANDESA ADAT SUKAWATI
I KETUT
SINDIA,S.Ag
DIUMUMKAN PEMBERLAKUANNYA DALAM PARUMAN DESA ADAT PADA
TANGGAL: 21 AGUSTUS 2023 |
PANYARIKAN DESA ADAT |
I NYOMAN MUDITA. |
DIREGISTRASI
DINAS PEMAJUAN MASYARAKAT ADAT PROVINSI BALI
PADA TANGGAL : NOMOR : ---------------------------------------
CONTOH SISTEMATIKA AWIG-AWIG
DESA ADAT DI BALI
DISERTAI BEBERAPA CATATAN
SARGAH I
ARAN, WEWIDANGAN, TIPE, MIWAH STATUS DESA ADAT
Pawos
(Mengatur tentang
nama/Aran
Desa Adat)
Pawos
(Mengatur tentang
wilayah/Wewidangan Desa Adat) 5
Pawos
(Mengatur tentang Tipe Desa Adat) 6
Pawos
(Mengatur tentang Status Desa Adat) 7
5 Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan
pada waktu merevisi/menyesuaikan Awig- Awig yang berhubungan dengan batas Desa Adat, seperti:
(1) Hindari
membuat/menetapkan batas Desa Adat oleh masing-masing Desa Adat, tanpa persetujuan Desa Adat bertetangga.
(2) Batas
Desa Adat hendaknya ditetapkan berdasarkan kesepakatan tertulis dengan Desa Adat bertetangga.
(3) Kesepakatan
tertulis mengenai batas Desa Adat diusahakan agar sesuai dengan batas yang diwarisi secara turun temurun
dan diusahakan agar batas Desa Adat dibuat/ditetapkan relatif pasti, seperti:
jalan, sungai, pangkung, dll, sesuai kesepakatan. Lebih bagus lagi bila dilampirkan Peta Geospasial Wewidangan Desa Adat dengan titik- titik koordinat yang jelas.
6 Berdasarkan buku-buku mengenai Desa Adat di Bali, dapat
diketahui ada tiga tipe Desa Adat di
Bali, kalau dilihat dari asal-usulnya, sistem ke-Prajuru-an, dan beberapa tradisi lain yang diwarisi secara turun-temurun. Ketiga tipe tersebut, yaitu: (1)
Desa Adat Bali Aga (dikenal pula dengan sebutan Desa Adat Tua), yaitu Desa
Adat yang diperkirakan sudah ada sebelum kehadiran Kerajaan Majapahit di Bali, dengan sistem ke-Prajuru-an yang dikenal dengan Dulu Desa/Ulu Apad serta tata kelola berdasarkan adat kebiasaan yang khas
Desa Adat Bali Aga; (2) Desa Adat Apanaga, yaitu Desa Adat yang pada
umumnya berlokasi di daerah dataran dan diperkirakan baru ada sesudah kehadiran Kerajaan Majapahit
di Bali, dengan sistem ke-Prajuru-an
dan tata kelola yang banyak dipengaruhi oleh sistem pemerintahan Kerajaan Majapahit; dan (3) Desa Adat Anyar, yaitu Desa Adat yang
kemunculannya relatif baru karena adanya
transmigrasi lokal di Bali. Desa Adat ini umumnya berada di Kabupaten
Jembrana.
Keberadaan Desa Adat Bali Aga (Desa
Adat Tua) masih diakui berdasarkan Pasal 53 Perda Desa Adat di Bali Tahun 2019. Oleh karena itu, dalam
melakukan revisi Awig-Awig berdasarkan Perda Desa Adat di Bali
2019, sistem ke-Prajuru-an dan
beberapa tradisi lain yang diwarisi secara turun-temurun sebagai
konsekwensi Desa Adat Tua, perlu diperhatikan/dipertahankan sepanjang
tidak menimbulkan permasalahan bagi Desa Adat setempat.
7 Desa Adat di Bali berkedudukan di wilayah Provinsi Bali
dan berstatus sebagai subyek hukum
dalam sistem pemerintahan Provinsi Bali berdasarkan Pasal 4 dan Pasal 5 Perda Desa Adat
di Bali 2019. Untuk lebih memahami arti dan makna ”Desa Adat di Bali berstatus
sebagai subyek hukum”, agar dibaca
dengan cermat penjelasana Pasal 4 dan Pasal 5 Perda Desa Adat di Bali 2019.
SARGAH
II
PEMIKUKUH MIWAH PETITIS DESA ADAT
Pawos
(Mengatur tentang
dasar/Pamikukuh Desa
Adat)8
Pawos
(Mengatur tentang
tujuan/Patitis Desa Adat)
8 Pamikukuh
Desa Adat di Bali adalah
1. Pancasila.
2.
Tri Hita Karana
manut Agama Hindu.
3. Kesepakatan Paruman Desa
Adat .............. yang dilaksanakan pada hari...... ,
tanggal
................ Kesepakatan yang dimaksud pada nomor 3 ini dibuat berdasarkan:
a.
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia
Tahun 1945 dan peraturan perundang-undangan lain yang berlaku
dalam wadah NKRI, sepanjang yang berhubungan
dengan keberadaan Kesatuan Masyarakat Hukum Adat atau Desa Adat di Bali.
b.
Perda Provinsi Bali Nomor 4 Tahun 2019 Tentang Desa Adat di Bali.
c.
Pergub Provinsi Bali Nomor 4 Tahun 2020 Tentang
Peraturan Pelaksanaan Perda Nomor 4 Tahun 2019 Tentang Desa Adat di Bali.
SARGAH III
AWIG-AWIG, PARAREM, MIWAH PERATURAN LAIN DESA ADAT9
Palet 1
Indik
Awig-Awig Desa Adat
Pawos
(Mengatur wewenang
Desa Adat membuat
Awig-Awig, tatacara pembuatan
Awig-Awig, bahwa Awig-Awig tidak boleh bertentangan dengan
peraturan perundang-undangan NKRI, daya berlaku
Awig-Awig, dan Awig-Awig wajib didaftarkan di Dinas Pemajuan
Masyarakat Adat/DPMA)
Palet 2
Indik Pararem Desa Adat10
Pawos
(Mengatur
wewenang Desa Adat membuat Pararem, jenis-jenis Pararem yang dapat dibuat oleh Desa Adat, tatacara
pembuatan Pararem, Pararem tidak boleh bertentangan dengan peraturan perundang-undangan RI, daya berlaku Pararem, Pararem wajib
didaftarkan di DPMA)
Palet 3
Indik Peraturan Lain Desa Adat
Pawos
9 Ketentuan Bab III menitikberatkan pada tata cara merencanakan, menyusun,
dan menetapkan Awig-Awig, Pararem, dan peraturan lain di Desa Adat. Dalam hubungan dengan revisi Awig-Awig
yang terkait dengan Bab III, secara umum ada beberapa
hal yang perlu diperhatikan, seperti:
(1)
Awig-Awig,
Pararem, atau sebutan lain, yang
selama ini sudah ada dan masih berlaku di Desa
Adat setempat, baik tertulis maupun belum tertulis, yang dirumuskan sedemikian rupa sehingga sesuai dengan situasi
dan kondisi Desa Adat setempat
(‘desa mawacara’).
(2) Memperhatikan ketentuan Pasal 13–17 (untuk
Awig-Awig), Pasal 18—19 (untuk
Pararem), dan Pasal 20 (untuk peraturan lain) Perda Desa Adat di Bali 2019.
(3) Memperhatikan Peraturan
Gubernur Bali Nomor 4 Tahun 2020 Tentang
Peraturan Pelaksanaan
Peraturan Daerah Provinsi Bali Nomor 4 Tahun 2019 Tentang Desa Adat di Bali (selanjutnya disebut Pergub Pelaksana
Perda Desa Adat di Bali 2019).
(4) Peraturan perundang-undangan lain yang berlaku
dalam NKRI, sepanjang
mengenai Kesatuan Masyarakat
Hukum Adat (KMHA) atau Masyarakat Hukum Adat (MHA),
Desa Adat, dan Desa Adat di Bali.
10 Lebih lanjut tentang hal-hal yang berhubungan dengan
Pararem lihat BUKU TIGA
SARGAH IV
SUKRETA TATA PARAHYANGAN DESA ADAT
Palet 1
Indik
Parahyangan Desa Adat11
11 Pada waktu merevisi atau menyesuaikan Awig-Awig dan Pararem tertulis mengenai Parahyangan
Desa Adat (Kahyangan Tiga, Kahyangan Tiyosan, dan Pamangku Kahyangan masing-masing), Ngwangun Kahyangan, maupun Indik Yadnya, secara umum ada beberapa ketentuan
yang perlu diperhatikan, seperti:
(1) Awig-Awig, Pararem atau sebutan lain yang selama ini sudah ada dan masih
berlaku di Desa Adat setempat, baik
tertulis maupun belum tertulis, yang dirumuskan sedemikian rupa sehingga sesuai
dengan situasi dan kondisi
Desa Adat setempat (‘desa mawacara’).
(2) Pasal
7 Perda Desa Adat di Bali 2019 dan Pergub Pelaksana Perda Desa Adat di Bali 2019.
(3) Peraturan
Gubernur Bali Nomor 25 Tahun 2020 Tentang Fasilitasi
Pelindungan Pura, Pratima, dan Simbol Keagamaan. Terutama
ketentuan Pasal 5, yang, antara lain, menentukan: (1) Pura sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3, meliputi:
a. Pura Sad Kahyangan; b. Pura Dang Kahyangan; c. Pura Kahyangan
Jagat; d. Pura Kahyangan
Desa;
e. Pura Swagina; dan f. Pura Keluarga (Kawitan, Sanggah/Merajan). Lebih lanjut mengenai penjelasan masing-masing Pura
sebagaimana tercantum pada ayat (1) diuraikan pada ayat (2), ayat (3), dan seterusnya.
(4) Peraturan
Gubernur Bali Nomor 26 Tahun 2020 Tentang Sistem Pengamanan Lingkungan Terpadu
Berbasis Desa Adat.
(5) Surat
Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor: Sk.556/Dja/1986 Tentang Penunjukan Pura sebagai Badan Hukum Keagamaan
yang Dapat Mempunyai
Hak Milik atas Tanah.
(6) Keputusan Parisada
Hindu Dharma Indonesia
Pusat Nomor 11/Kep/I/PHDIP/1994 Tentang
Bhisama Kesucian Pura.
(7)
Peraturan
Daerah Provinsi Bali Nomor 9 Tahun 2012 Tentang Subak.
(8) Keputusan Majelis
Utama Desa Pakraman
Bali 13 September 2013 Nomor: 003/SK/MUDP Bali/IX/2013 Tentang Tuntunan Sesana Pecalang.
(9) Keputusan Majelis
Utama Desa Pakraman
(MUDP) Nomor 01/Kep/PSM-3/MDP Bali/X/2010, Dikeluarkan Berdasarkan Keputusan Pasamuhan Agung III Majelis Desa Pakraman
(MDP) Bali, Diselenggarakan 15 Oktober 2010, Bertempat di Gedung Wiswasabha, Kantor Gubernur Provinsi
Bali.
(10) Hasil-hasil
Pasamuhan Agung Majelis Desa Pakraman
(MDP) Bali, 2018. Dikeluarkan oleh Majelis
Utama Desa Pakraman
(MUDP) Provinsi Bali, Tahun 2018.
(11) Himpunan Keputusan
Seminar Kesatuan Tafsir terhadap Aspek-Aspek Agama Hindu I –
XV, Pemerintah Provisi Bali, 2003.
Apakah wisatawan akan diizinkan untuk
mengunjungi Utama Mandala (Jeroan Pura) atau cukup sampai di Jaba
Sisi, ada baiknya memperhatikan dengan seksama ketentuan Pasal 13 Peraturan Gubernur Bali Nomor 25 Tahun
2020 Tentang Fasilitasi Pelindungan Pura, Pratima, dan Simbol Keagamaan. Dalam mana,
antara lain, ditentukan: (1) Pemeliharaan Pura dilakukan untuk mencegah Cuntaka atau
Sebel, kerusakan, alih fungsi, dan/atau musnahnya Pura. Atas dasar hal tersebut Tim Penyusun Buku Pedoman Awig-Awig berpendapat sebaiknya tidak diizinkan
memasuki utama mandala
Pura.
Kahyangan Desa12
Pawos
(Mengatur tentang jenis-jenis Kahyangan Desa, baik Kahyangan Tiga dan/atau
Kahyangan Desa lainnya,
lokasinya, pangemponnya)
Palet 2
Indik Kasukertan Kahyangan
Pawos
(Mengatur tentang pihak yang boleh dan tidak boleh memasuki [ngeranjing] ke Kahyangan
Desa [dikaitkan dengan pura bukan objek
wisata melainkan daya tarik wisata],
pakaian memasuki [busana ngeranjing ke Kahyangan Desa], perbuatan/prilaku
yang tidak boleh dilakukan di arel Kahyangan
[parilaksana sane tan kapatutang ring Kahyangan], dan sanksi kalau ketentuan di atas dilanggar)
Pawos
(Mengatur tentang
kacuntakan, mulai dari
jenis-jenis cuntaka, sengker/batas waktu kacuntakan, pihak yang tidak
kena (tan keneng) cuntaka, seperti sulinggih,
dan lain-lain)
Pawos
(Mengatur tentang
bencana yang menimpa
Kahyangan)
Pawos13
(Mengatur
hal-hal lain, kalau dipandang perlu, misalnya kalau dipandang perlu mengatur
tentang kerauhan ring Kahyangan, misalnya jika ada orang pura-pura kerauhan)
Palet 3
Indik Ngewangun Kahyangan
Pawos
(Mengatur tentang tatacara ngewangun/memperbaiki pura, mulai dari tahap perencanaan dan pelaksanaan, biaya-biaya, dan lain-lain)
12 Yang perlu diatur antara lain: jenis-jenis Pura Kahyangan
Tiga, lokasinya, odalannya, pangemponnya. Demikian
pula halnya dengan Kahyangan lainnya.
13 Pawos ini dapat dibuat kalau menurut Desa Adat setempat
ada hal-hal lain yang perlu diatur berkaitan dengan Kasukertan
Kahyangan.
Bagian
3
Indik Yadnya
Kaping 1
Dewa
Yadnya
Pawos
(Mengatur tentang upacara Dewa Yadnya
di Desa Adat)
Kaping 2
Resi
Yadnya
Pawos
(Mengatur tentang upacara Resi Yadnya
di Desa Adat)
Kaping 3
Pitra
Yadnya
Pawos
(Mengatur tentang upacara Pitra Yadnya di Desa Adat)
Kaping 4
Manusa
Yadnya
Pawos
(Mengatur tentang upacara Manusa Yadnya
di Desa Adat)
Kaping 5
Bhuta
Yadnya
Pawos
(Mengatur tentang upacara Buta Yadnya
di Desa Adat)
SARGAH
V
SUKRETA TATA PAWONGAN DESA ADAT
Palet
1
Indik
Pawongan Desa Adat 14
Indik 1
Krama15
Pawos
(Mengatur tentang
jenis-jenis status Krama dan pengertian masing-masing)
Pawos16
(Mengatur tentang
ngawit dados Krama, panumaya
tedun makarama, tentang warga luar yang menjadi Krama Desa Adat)
Pawos Indik
2
Swadharma miwah
Swadikara Krama Desa Adat 17
14 Secara umum perlu dikemukakan agar revisi Awig-Awig mengenai Pawongan Desa Adat
hendaknya memperhatikan kewenangan Desa Adat sebagaimana diatur dalam Pasal
21–27 Perda Desa Adat di Bali 2019.
15 Selain itu ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam
hubungan dengan ketentuan mengenai Pawongan Desa
Adat, seperti:
(1) Awig-Awig, Pararem atau sebutan lain yang selama ini sudah ada dan masih
berlaku di Desa Adat setempat,
baik tertulis maupun belum tertulis,
yang dirumuskan sedemikian rupa sehingga sesuai dengan
situasi dan kondisi Desa Adat setempat (‘desa mawacara’).
(2) Pasal
8 dan Pasal 9 Perda Desa Adat di Bali 2019 dan Pergub Pelaksana Perda Desa Adat di Bali 2019.
16 Selain itu mengelompokkan Krama Desa Adat, Krama Tamiu,
dan Tamiu, ada baiknya juga dicantumkan mengenai Krama Balu dan Krama Daa Tua, termasuk Krama
Mulih Daa (bagi yang
melangsungkan perkawinan biasa dan
perkawinan nyentana) terutama
berkaitan dengan kewajiban dan hak masing-masing krama yang
dimaksud.
Permasalahan biasanya muncul pada waktu merumuskan swadharma (kewajiban) dan swadikara (hak) masing-masing krama Desa Adat, seperti disebutkan di
atas. Dalam hal ini diingatkan bahwa tujuan penyuratan Awig-Awig, antara lain, untuk menciptakan kasukretan (kedamaian) Desa Adat dan bukan untuk
yang lain. Oleh karena itu, setiap perumusan ketentuan Awig-Awig dan/atau Pararem hendaknya diarahkan untuk
menciptakan kasukretan Desa Adat setempat.
17 Menghindari tumpang
tindih swadharma antara krama Desa
Adat dengan krama subak, ada baiknya sebelum merumuskan swadharma krama Desa Adat diawali dengan
membaca Peraturan Daerah
Provinsi Bali Nomor 9 Tahun 2012 Tentang Subak.
Pawos
(Mengatur tentang
swadharma/tetegenan/kewajiban Krama sesuai status Krama, dispensasi (Krama Desa kadadosang)
Pawos
(mengatur swadikara/hak-hak Krama)
Pawos
(Mengatur tentang
berhenti menjadi Krama: kapan berhenti
menjadi Krama serta
kewajiban/hak Krama yang berhenti)
Indik 3
Indik Panyangran Karya Suka Duka
Pawos
(Mengatur panyangran Krama Desa
Adat saat salah satu Krama menyelenggarakan Karya Suka
Duka: hak Krama
yang
melaksanakan karya, kewajiban Krama
Desa
Adat dalam hal salah satu Krama menyelenggarakan karya)
Palet
2
Indik
Tata Pemerintahan Desa Adat 18
Indik 1
Prajuru /Paduluan Desa Adat
Pawos
(Mengatur tentang
penyelenggara pemerintahan Desa Adat dan Banjar Adat, misalnya: Desa Pakraman X kaenter olih
Prajuru sane kapucukin olih Bandesa), Struktur
pemerintahan Desa Adat, serta tugas dan fungsi
masing-masing struktur
18 Dalam hubungan dengan perumusan Tata Pemerintahan Desa Adat dalam Awig-Awig
Desa Adat, ada beberapa ketentuan
yang perlu mendapat
perhatian, seperti:
(1)
Awig-Awig, Pararem, atau sebutan lain yang selama ini sudah ada dan masih berlaku di Desa Adat setempat, baik tertulis maupun belum tertulis,
yang dirumuskan demikian rupa
sehingga sesuai dengan situasi dan kondisi Desa Adat setempat (‘desa mawacara’).
(2)
Pasal 28 ayat (2) dan Pasal 29 sampai Pasal 34 Perda Desa Adat di Bali 2019.
Pawos
(Mengatur tatacara
ngadegang/ngentosin Prajuru/Paduluan Desa Adat dan masa ayahan/masa jabatan)
Pawos
(Mengatur swadharma miwah swadikara Prajuru)
Pawos
(Mengatur swadikara/olih-olihan Prajuru)
Pawos
(Mengatur tentang
pemberhentian/pergantian Prajuru)
Indik 2 Shaba Desa19 Pawos
(Mengatur tentang pengertian, tugas,
dan fungsi Sabha Desa)
Pawos
(mengatur tentang tatacara ngadegang, syarat-syarat, serta masa jabatan/masa ayahan
Sabha Desa)
Pawos
(Mengatur struktur Sabha Desa)
Pawos
(Mengatur sasana, swadharma, dan swadikara anggota Sabha Desa)
Pawos
(Mengatur pemberhentian/pergantian anggota Sabha Desa)
Indik 3 Kerta Desa20
Pawos
(Mengatur tentang pengertian, tugas, dan fungsi Kerta Desa)
19 Dalam merumuskan ketentuan mengenai Sabha Desa dalam Awig-Awig Desa Adat, perlu memperhatikan dan menyesuaikan
dengan ketentuan Pasal 1 angka 17, Pasal 34 ayat (1) – Pasal 35 Perda Desa Adat di Bali 2019.
20 Dalam merumuskan ketentuan mengenai Kerta Desa dalam Awig-Awig Desa Adat, perlu memperhatikan dan menyesuaikan
dengan ketentuan Pasal 1 angka 18, Pasal 34 ayat (2) – Pasal 37 Perda Desa Adat di Bali 2019.
Pawos
(mengatur tentang tatacara ngadegang, syarat-syarat, serta masa jabatan/masa ayahan
Kerta
Desa)
Pawos
(Mengatur struktur Kerta Desa)
Pawos
(Mengatur sasana, swadharma, dan swadikara
anggota Kerta Desa)
Pawos
(Mengatur pemberhentian/pergantian anggota
Kerta Desa)
Palet
3
Indik Lembaga Pengambil Keputusan
Indik 1
Paruman Desa Adat 21
Pawos
(Mengatur jenis-jenis Paruman yang ada di Desa Adat serta waktu [panumaya] masing-masing)
Pawos
(Mengatur tatacara Paruman, syarat quorum,
tatacara pengambilan keputusan [gilik saguluk, jalan keluar
apabila tidak tercapai
gilik
saguluk], kewajiban Krama untuk taat kepada putusan
Paruman serta
sanksi apabila mengingkari keputusan Paruman yang sudah disepakati)
Pawos
Mengatur hal-hal yang
tidak diperbolehkan dalam Paruman [seperti: berkata tidak sopan,
meninggalkan Paruman tanpa izin Prajuru [tan pasadok], serta sanki [danda] apabila melanggar ketentuan larangan dalam Paruman)
Indik 2
Pasangkepan Krama Desa Adat
21 Mengenai perumusan Lembaga Pengambil Keputusan dalam Awig-Awig Desa Adat, ada beberapa ketentuan yang perlu mendapat
perhatian, seperti:
(1) Awig-Awig, Pararem, atau sebutan lain yang selama ini sudah ada dan masih
berlaku di Desa Adat setempat,
baik tertulis maupun belum tertulis,
yang dirumuskan demikian rupa sehingga sesuai dengan
situasi dan kondisi Desa Adat setempat (‘desa mawacara’).
(2) Pasal 28 ayat (3) Perda Desa Adat di Bali 2019.
Pawos
(Mengatur jenis-jenis pasangkepan yang ada di Desa Adat serta waktu [panumaya] masing-masing)
Pawos
(Mengatur tatacara pasangkepan, syarat quorum,
tatacara pengambilan keputusan [gilik saguluk,
jalan keluar apabila tidak tercapai gilik
saguluk], kewajiban Krama untuk taat kepada putusan
pasangkepan serta
sanksi apabila mengingkari keputusan pasangkepan yang sudah disepakati)
Pawos
Mengatur hal-hal
yang tidak diperbolehkan dalam pasangkepan [seperti: berkata atau berperilaku tidak sopan, meninggalkan pasangkepan tanpa izin Prajuru [tan
pasadok], serta sanksi [danda] apabila melanggar ketentuan larangan
dalam pasangkepan)
Palet 5
Indik Lembaga Adat22
Indik 1
Paiketan Pamangku 23
Pawos
(Mengatur bahwa
masing-masing pura memiliki
Pamangku, struktur
Pamangku
dan tugas masing-masing Pamangku sesuai struktur)
Pawos
(Mengatur tatacara
ngadegang/ngentosin, syarat-syarat Pamangku dan pembiayaan dalam ngadegang Pamangku)
Pawos
(Mengatur sasana, swadharma, dan swadikara Pamangku)
Pawos
(Mengatur tentang
pemberhentian Pamangku)
Pawos
(Mengatur Paiketan Pamangku)
22 Rumusan ketentuan
Awig-Awig mengenai Lembaga Adat, agar memperhatikan ketentuan Pasal 43 dan seterusnya sampai Pasal 52 Perda Desa Adat di Bali 2019.
23 Perhatikan ketentuan Pasal 44 Perda Desa Adat di Bali 2019.
Indik 2
Paiketan Serati 24
Pawos
(Mengatur bahwa
masing-masing pura memiliki
Serati)
Pawos
(Mengatur tatacara
ngadegang/ngentosin, syarat-syarat Pamangku dan pembiayaan dalam ngadegang Pamangku)
Pawos
(Mengatur sasana, swadharma, dan swadikara Serati)
Pawos
(Mengatur pemberhentian Serati)
Pawos
(Mengatur Paiketan Serati)
Indik 3
Paiketan Wredha 25
(Desa Adat wajib memberikan perhatian
kepada para Wredha di Desa Adat)
Pawos
(Mengatur Paiketan Wredha)
Indik 4
Pacalang26
Pawos
(Mengatur tentang
pengertian, tugas, dan fungsi Pacalang)
24
Perhatikan ketentuan Pasal 45 Perda Desa Adat di Bali 2019. 25 Perhatikan ketentuan Pasal
46 Perda Desa Adat di Bali 2019. 26 Perhatikan ketentuan Pasal 47 Perda Desa Adat di Bali
2019.
Selain itu ketentuan Perda Desa Adat di Bali 2019 seperti tersebut di
atas, jangan lupa memperhatikan
ketentuan Awig-Awig, Pararem atau sebutan lain yang selama
ini sudah ada dan masih berlaku di
Desa Adat setempat, baik tertulis maupun belum tertulis, yang dirumuskan demikian
rupa sehingga sesuai dengan situasi
dan kondisi Desa Adat setempat
(‘desa mawacara’).
Pawos
(mengatur tentang tatacara
ngadegang, syarat-syarat, serta
masa tugas
Pacalang)
Pawos
(Mengatur Paiketan dan struktur Pacalang)
Pawos
(Mengatur sasana, swadharma, dan swadikara anggota Pacalang)
Pawos
(Mengatur pemberhentian/pergantian anggota
Pacalang)
Indik 5
Yowana Desa Adat27
Pawos
(Mengatur pengertian Yowana, bahwa di Desa Adat terdapat
Paiketan Yowana)
Pawos
(Mengatur tentang kepengurusan Paiketan Yowana, tatacara ngadegang
pengurus, syarat-syarat, dan masa bhakti/masa ayahan pengurus Yowana)
Pawos
(Mengatur tentang
swadharma dan swadikara Paiketan
Yowana)
Pawos
(Mengatur pemberhentian pengurus Yowana)
Indik 6
Paiketan Krama Istri Desa Adat28
Pawos
(Mengatur pengertian Krama
Istri,
bahwa di Desa Adat terdapat
Paiketan Krama
Istri)
Pawos
(Mengatur tentang kepengurusan Paiketan Krama Istri, tatacara
ngadegang
pengurus, syarat-syarat, dan masa bhakti
pengurus Krama Istri)
27 Perhatikan ketentuan Pasal 48 Perda Desa Adat di Bali
2019.
28 Perhatikan ketentuan Pakis Pasal 49 Perda Desa Adat di Bali 2019.
Pawos
(Mengatur tentang
swadharma dan swadikara Paiketan
Krama Istri)
Pawos
(Mengatur pemberhentian pengurus Krama Istri)
Indik 7
Pasraman29
Pawos
(Desa Adat memfasilitasi pembentukan Pasraman)
Paiketan Pasraman
Pawos
(hanya
perlu kalau dalam
Desa Adat ada lebih dari satu Pasraman, atau Paiketan Pasraman lintas
Desa Adat)
Indik 8
Sekaa Miwah Lembaga
Adat Tiyosan30
Pawos
(Krama desa dapat
membentuk sekaa atau lembaga serupa
yang lain dan setiap pembentukannya melaporkan/masadok kepada Prajuru Desa Adat)
Palet
6 Indik Kulawarga31
29 Perhatikan ketentuan Pasal 50 Perda Desa Adat
di Bali 2019.
30 Perhatikan ketentuan
Pasal 51 Perda Desa Adat di Bali 2019.
31 Bagian ini dapat mengacu kepada ketentuan Awig-Awig, Pararem atau sebutan lain yang
selama ini sudah ada dan masih berlaku di Desa Adat setempat, baik tertulis
maupun belum tertulis, yang
dirumuskan sedemikian rupa sehingga sesuai dengan situasi dan kondisi Desa Adat setempat (‘desa mawacara’), yaitu Sarga Pawongan, sepanjang ketentuan-ketentuan tersebut masih berlaku dan sesuai dengan
perkembangan zaman.
Ketentuan lain yang juga perlu mendapat
perhatian, seperti:
(1) Bhisama Sabha Pandita Parisada Hindu
Dharma Indonesia Pusat Tanggal 29 Oktober 2002,
Nomor: 03/Bhisama/Sabba Pandita Parisada Pusat/X/2002 Tentang Pengamalan Catur Warna.
(2) Keputusan
Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Bali Nomor: 10/D.P.R.D, tanggal 12 Juli 1951. Isinya, antara lain: Menetapkan Pasuaran Penghapusan Adat Yang Disebut
“Manak Salah” Atau Buncing.
(3)
Keputusan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah
Bali Nomor: 11/D.P.R.D, tanggal 12 Juli 1951.
Isinya, antara lain: Mencabut paswara tahun
1910 yang diubah dengan beslit Residen Bali dan Lombok tgl 13 Aperil 1927
No. 532 sepanjang yang mengenai “Asu Pundung” dan “Anglangkahi Karang Hulu”.
Indik 1
Pawiwahan
Pawos
(Mengatur
pengertian perkawinan, bentuk-bentuk perkawinan yang dibenarkan di Desa Adat bersangkutan [nganten biasa, nyeburin, dan/atau pada gelahang], cara perkawinan yang dibenarkan [pepadikan ataukah ngerorod], syarat-syarat perkawinan)
Pawos
(Mengatur sahnya perkawinan [sampun
kamargiang makalan-kalaan dengan tri upasaksi], kewajiban mencatatkan perkawinan)
Pawos
(Mengatur tentang prosedur perkawinan, mulai dari masadok kepada Prajuru, dan seterusnya)
Indik 2 Nyapian/Wusan Merabian
Pawos
(mengatur bubarnya perkawinan: karena
kematian atau perceraian)
(4)
Keputusan Majelis Utama Desa Pakraman
Bali 13 September 2013 Nomor: 003/SK/MUDP Bali/IX/2013 Tentang Tuntunan Sesana
Pecalang
(5) Keputusan Majelis
Utama Desa Pakraman
(MUDP) Nomor 01/Kep/PSM-3/MDP Bali/X/2010, Dikeluarkan Berdasarkan Keputusan Pasamuhan Agung III Majelis Desa Pakraman
(MDP) Bali, Diselenggarakan 15 Oktober 2010, Bertempat di Gedung Wiswasabha, Kantor Gubernur Provinsi
Bali.
(6) Hasil-hasil
Pasamuhan Agung Majelis Desa Pakraman
(MDP) Bali, 2018. Dikeluarkan oleh Majelis
Utama Desa Pakraman
(MUDP) Provinsi Bali, Tahun 2018.
Perlu ditambahkan bahwa Pasal 2 Keputusan Dewan Perwakilan Rakyat
Daerah Bali Nomor: 11/D.P.R.D, tanggal 12 Juli 1951 menentukan sebagai berikut. “Yang disebut Asu Pundung ialah: Gadis (wanita) dari
kasta Brahmanawangsa dikawini oleh laki-laki dari kasta Ksatrya, Wesya, dan Sudrawangsa”. Pasal 3 menentukan sebagai
berikut. “(a) Gadis (wanita) dari Ksatryawangsa
dikawini oleh laki-laki dari kasta Wesya, Sudrawangsa. (b) Gadis (wanita) dari kasta Wesyawangsa dikawini olh laki-laki
dari kasta Sudrawangsa”. Pasal 4 menentukan sebagai berikut. “Hukum adat yang disebut Asu Pundung dan Anglangkahi
Karang Hulu, termuat pada Pasal 2 dan 3 dihapuskan”.
Pawos
(mengatur akibat
hukum putusnya perkawinan karena kematian, menyangkut status suami-istri yang masih hidup [balu] dan pemeliharaan anak]
Pawos
(Mengatur jenis-jenis balu [balu lanang/balu luh], swadharmaning balu, sanksi apabila
melalaikan swadharma/kapatutan balu)
Pawos
(mengatur akibat hukum putusnya
perkawinan karena perceraian, menyangkut kedudukan
suami-istri, kedudukan anak, kedudukan harta perkawinan, serta sanksi adat [kalau ada])
Pawos
(Mengatur prosedur
perceraian [secara adat & hukum negara], saat terjadinya perceraian berkaitan dengan ayahan Banjar/Desa Adat], dan lain-lain)
Indik 3 Sentana
Pawos
(Mengatur pengertian sentana [penerus keturunan],
jenis-jenis sentana [pratisentana/anak kandung dan sentana paperasan/anak
angkat], dimungkinkannya anak kandung perempuan
dikukuhkan menjadi sentana [sentana rajeg] dan lain-lain)
Pawos
(Mengatur prosedur pengangkatan anak, mulai tahap persiapan, pelaksanaan, dan kewajiban mengurus
penetapan Pengadilan)
Pawos
(Mengatur kedudukan anak luar kawin)
Indik 4 Pewarisan
Pawos
(Mengatur pengertian pewarisan, unsur-unsur pewarisan [ada pewaris,
warisan, ahli waris]
Pawos
(Mengatur pengertian pewaris)
Pawos
(Mengatur pengertian dan jenis-jenis warisan)
Pawos
(Mengatur pengertian ahli waris dan
pihak yang berstatus ahli waris, kedudukan janda,
kedudukan anak perempuan yang kawin ke luar, daa/taruna
tua, mulih daha/mulih teruna, swadharmaning ahli waris, akibat hukum apabila ahli waris tidak melaksanakan
swadharma, ninggal kedaton)
SARGAH
VI
SUKRETA TATA PALEMAHAN DESA ADAT
Palet
1
Tanah
Miwah Lingkungan Alam Desa Adat32
32 Secara umum diingatkan agar pada waktu merevisi/menyesuaikan Awig-Awig mengenai Palemahan Desa Adat, hendaknya memperhatikan dengan baik substansi Awig-Awig, Pararem, atau sebutan
lain, yang selama ini sudah ada dan masih berlaku di Desa Adat setempat, baik tertulis maupun belum tertulis, yang
dirumuskan sedemikian rupa sehingga sesuai dengan situasi dan kondisi Desa Adat setempat (‘desa mawacara’).
Selain itu juga agar memperhatikan ketentuan Pasal 10, Pasal 11,
dan Pasal 12 Perda Desa Adat di Bali 2019.
Peraturan
perundang-undangan lain yang juga perlu diperhatikan, seperti:
(1)
Peraturan Gubernur Bali Nomor 47 Tahun 2019
Tentang Pengelolaan Sampah Berbasis Sumber.
(2)
Surat Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor:
Sk.556/Dja/1986 Tentang Penunjukan Pura sebagai
Badan Hukum Keagamaan Yang Dapat Mempunyai Hak Milik atas Tanah.
(3)
Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan
Pertanahan Nasional Peraturan Menteri Agraria
Dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia Nomor: 35 Tahun 2016 Tentang Percepatan
Pelaksanaan Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap, yang selanjutnya diubah berdasarkan Peraturan Menteri Agraria
dan Tata Ruang/Kepala Badan
Pertanahan Nasional Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2017 Tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Agraria d an Tata
Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor
35 Tahun 2016 Tentang Percepatan Pelaksanaan Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap.
(4)
Keputusan Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala
Badan Pertanahan Nasional Nomor 276/Kep-19.2/X/2017 Tentang
Penunjukan Desa Pakraman
di Provinsi Bali sebagai Subyek Hak Kepemilikan Bersama
(Komunal) Atas Tanah, yang
selanjutnya diubah berdasarkan Keputusan Menteri Agraria
dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional
Nomor 575/SK-HR.01/X/2019
Tentang Perubahan Atas Keputusan
Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional
Nomor 276/Kep- 19.2/X/2017 Tentang Penunjukan Desa
Pakraman di Provinsi Bali sebagai Subyek Hak
Kepemilikan Bersama (Komunal) Atas Tanah. Yang diubah adalah nomenklatur
Subjek Hak Komunal atas Tanah di
Provinsi Bali yang semula Desa Pakraman menjadi Desa Adat.
(5)
Peraturan
Daerah Provinsi Bali Nomor 9 Tahun 2012 Tentang Subak.
(6)
Peraturan Daerah Provinsi Bali Nomor 2 Tahun
2012 Tentang Kepariwisataan Budaya Bali.
Indik 1 Tanah Desa Adat
(Mengatur bahwa di
wilayah/wewidangan Desa Adat terdapat tanah dengan beragam
status, misalnya: tanah milik desa,
tanah milik pribadi,
tanah negara, dan lain-lain)
Pawos
(Mengatur aspek-aspek
tanah milik Desa Adat, seperti; jenis-jenis tanah milik Desa Adat, letak dan luas masing-masing, pengelolaan
masing-masing, dan pensertifiktan
tanah milik Desa Adat, seperti PKD, AyDs, tanah teba, dan lain- lain)
Indik
2 Lingkungan Alam Desa Adat
Pawos
(mengatur mengenai
telajakan Desa
Adat, kewajiban setiap
Krama
melestarikan
telajakan Desa Adat)
Pawos
(mengatur aspek-aspek
lain berkaitan dengan lingkungan alam Desa Adat, misalnya hutan Desa
Adat, mengenai sampah)
Palet 2 Karang miwah Tegal
Pawos
(mengatur kewajiban
Krama
membuat batas-batas yang jelas mengenai karang dan
tegal,
dan siapa yang wajib membuat serta memelihara batas-batas tersebut,
misalnya, batas barat dan kelod oleh siapa, utara dan timur oleh siapa (sesuai
prinsip magaleng ka ulu, magaleng
ka teben)
Pawos
(mengatur karang kabebeng/kabembeng)
Pawos
(Mengatur bahwa
Krama tidak boleh ngalah-alah tegal/karang, margi, tegak kahyangan, dan lain-lain)
(7)
Keputusan Parisada Hindu
Dharma Indonesia Pusat Nomor 11/Kep/I/PHDIP/1994 Tentang
Bhisama Kesucian Pura.
Palet 3
Wewangunan, Wewalungan, Miwah Pepayonan
Indik 1 Wewangunan
Pawos
(Mengatur tatacara
membangun, seperti masadok kepada Prajuru, wewangunan ngenenin wates, nyayubin pisaga, pembuangan limbah,
dan
lain-lain serta sanksi
apabila ketentuan itu dilanggar)
Pawos
(Perlu
diatur syarat-syarat khusus bagi orang yang bukan Krama Desa
yang membangun di wilayah Desa Adat untuk mengantisipasi Krama tamiu atau
tamiu
(investor) membangun di wilayah Desa Adat)
Indik 2 Wewalungan
Pawos
(Mengatur
kewajiban setiap Krama yang memiliki wewalungan, baik binatang ternak (sapi, babi, kambing, dan lain-lain) maupun binatang
piaraan (anjing, kucing, dan
lain-lain) untuk menjaga ternak atau piaraannya supaya tidak menimbulkan kerugian bagi Krama lain serta sanski apabila
ketentuan tersebut dilanggar)
Pawos
(Perlu
diatur larangan-larangan yang berkaitan dengan
pelestarian binatang liar, seperi
tidak boleh berburu burung, meracun ikan di lingkungan wilayah Desa Adat)
Indik 3 Pepayonan
Pawos
(Mengatur
syarat-syarat menanam pohon (tanem tuuh) dari batas tegal/pekarangan, dahan pohon yang ngungkulin, nyayubin
dan sanksi
apabila ketentuan dilanggar)
Pawos
(Diatur apabila
ada dresta larangan menebang pohon tertentu
di wilayah Desa Adat atau di tanah milik Desa Adat
atau hutan adat/negara)
Palet 4
Kawasan Perdesaan
Desa Adat
Indik 1
Nglestariang Palemahan miwah kawasan
Perdesaan Desa Adat Pawos
SARGAH VII
PADRUWEN, UTSAHA, MIWAH
PENGANGGARAN DESA ADAT
Palet
1 Padruwen Desa Adat33
Pawos
(Mengatur/mendeskripsikan milik Desa Adat,
baik
dalam
hubungan
dengan
parahyangan maupun
palemahan)
33 Dalam hal ini
perlu memperhatikan ketentuan Perda Desa Adat di Bali 2019, terutama:
(a) Ketentuan
Pasal 55 dan Pasal 59 Perda Desa Adat di Bali 2019; (b) Ketentuan Awig-Awig, Pararem, atau sebutan
lain, yang selama ini sudah ada dan masih berlaku di Desa Adat setempat, baik tertulis maupun belum tertulis, yang
dirumuskan sedemikian rupa sehingga sesuai dengan situasi dan kondisi Desa Adat setempat (‘desa mawacara’), sepanjang mengenai padruwen Desa Adat.
Selain memperhatikan Pasal 55 dan Pasal 59 Perda Desa Adat di Bali 2019, dalam hubungan dengan padruwen Desa
Adat bidang palemahan, perlu memperhatikan beberapa
ketentuan hukum positif terkait, seperti:
(1) Surat
Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor: Sk.556/Dja/1986 Tentang Penunjukan Pura sebagai Badan Hukum Keagamaan Yang Dapat Mempunyai Hak Milik atas Tanah.
(2) Peraturan
Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional Peraturan Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala
Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia
Nomor 35 Tahun 2016 Tentang Percepatan Pelaksanaan Pendaftaran Tanah
Sistematis Lengkap, yang selanjutnya diubah berdasarkan Peraturan
Menteri Agraria Dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional
Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2017 Tentang Perubahan
Atas Peraturan Menteri
Agraria Dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional
Nomor 35 Tahun 2016 Tentang
Percepatan Pelaksanaan Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap.
(3) Keputusan
Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 276/Kep-19.2/X/2017 Tentang Penunjukan Desa Pakraman di Provinsi Bali sebagai Subyek Hak Kepemilikan Bersama (Komunal)
Atas Tanah, yang selanjutnya diubah berdasarkan Keputusan
Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 575/SK-HR.01/X/2019 Tentang Perubahan Atas Keputusan Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional
Nomor 276/Kep- 19.2/X/2017 Tentang Penunjukan Desa
Pakraman Di Provinsi Bali Sebagai Subyek Hak
Kepemilikan Bersama (Komunal) Atas Tanah. Yang diubah adalah nomenklatur
Subjek Hak Komunal atas Tanah di
Provinsi Bali yang semula Desa Pakraman menjadi Desa Adat.
Palet 2
Indik
Utsaha Desa Adat
Pawos
(Mengatur
tentang usaha-usaha yang dimiliki oleh Desa Adat, seperti Lembaga Perkreditan Desa (LPD), Bhaga Utsaha
Padruwen Desa
Adat (BUPDA), dan lain- lain)
Palet 3
Indik Penganggaran Desa Adat
Pawos
(Mengatur
sumber-sumber pendapatan untuk anggaran Desa Adat, prosedur penganggaran Desa Adat, dan lain-lain)
SARGAH
VIII TATA HUBUNGAN,
KERJASAMA MIWAH MAJELIS DESA ADAT
Palet 1
Tata Hubungan Kerjasama
Desa Adat34
Pawos
(Mengatur kerjasama antara Desa Adat
satu dengan Desa Adat lain dalam berbagai program
dan kegiatan)
Palet 2 Majelis Desa Adat35
Pawos
(Mengatur pernyataan
bahwa Desa Adat ini mengikatkan diri dalam wadah persatuan Desa Adat [MDA] dan menyatakan setia kepada MDA, Desa
Adat berkonsultasi dan berkoordinasi
dengan MDA sesuai tingkatan, Desa Adat taat
kepada putusan MDA)
2019.
34 Perlu memperhatikan ketentuan
Pasal 81 sampai
Pasal 85 Perda Desa Adat di Bali
35 Perlu memperhatikan ketentuan Pasal 72, Pasal 74, Pasal
76, Pasal 78, dan pasal 79
Perda Desa Adat di
Bali 2019.
Ketentuan lain yang juga perlu diperhatikan, seperti: (1) Kode Etik Organisasi MDA Bali; (2) Anggaran Dasar dan Anggaran
Rumah Tangga MDA Bali.
SARGAH
IX
BAYA,
KULKUL, WICARA, MIWAH DANDA
Palet 1 Indik Baya36
Pawos
(Mengatur jenis baya, kewajiban Krama dalam hal terjadi kapancabayan, tugas
Prajuru dalam hal terjadi kapancabayan)
Palet 2 Indik Kulkul
Pawos
(Mengatur fungsi kulkul sebagai sarana
komunikasi di Desa Adat, jenis-jenis kulkul di Desa
Adat, tabuh tetepakan [tetengeran] kulkul sesuai
keperluan [untuk
parum, patedunan
ngayah, tetengeran kematian, kapancabayan, dan lain-lain], pihak yang berwenang nepak kulkul, sanksi apabila kulkul katepak oleh
orang tidak berwenang dan lain-lain]
36 Mengenai Baya, Kulkul,
Wicara, dan Danda, perlu memperhatikan dan/atau
menjadikan panduan ketentuan Awig-Awig,
Pararem, atau sebutan lain, yang selama ini sudah ada dan masih berlaku di Desa Adat setempat, baik tertulis maupun belum tertulis,
yang dirumuskan demikian rupa
sehingga sesuai dengan situasi dan kondisi Desa Adat setempat (‘desa mawacara’).
Selain itu ada beberapa ketentuan yang juga
perlu diperhatikan, seperti:
(1) Hasil
Pasamuhan Majelis Pembina Lembaga
Adat Daerah Tingkat I Bali Ke-17 Tanggal 27 Februari
1997 Pedoman Pelaksanaan Pananjung Batu.
(2) Keputusan Majelis
Utama Desa Pakraman
Bali 13 September 2013 Nomor: 003/SK/MUDP Bali/IX/2013 Tentang Tuntunan Sesana Pacalang.
(3) Keputusan Majelis
Utama Desa Pakraman
(MUDP) Nomor: 01/Kep/PSM-3/MDP Bali/X/2010, Dikeluarkan Berdasarkan Keputusan Pasamuhan Agung III Majelis Desa Pakraman
(MDP) Bali, Diselenggarakan 15 Oktober 2010, Bertempat di Gedung Wiswasabha, Kantor Gubernur Provinsi
Bali.
(4) Hasil-hasil
Pasamuhan Agung Majelis Desa Pakraman
(MDP) Bali, 2018. Dikeluarkan oleh Majelis
Utama Desa Pakraman
(MUDP) Provinsi Bali, Tahun 2018.
(5) Peraturan Gubernur
Bali Nomor 26 Tahun 2020 Tentang Sistem Pengamanan Lingkungan Terpadu Berbasis Desa Adat.
Palet 3 Indik Wicara
Pawos
(Mengatur jenis-jenis
wicara yang terjadi di Desa Adat [wicara
adat, non adat], Desa Adat berwenang menyelesaikan wicara adat,
wicara non-adat diserahkan kepada pihak
berwenang dengan tetap memberi kesempatan kepada pihak yang mawicara meminta penyelesaian secara adat atas dasar sukarela)
Pawos
(Mengatur lembaga yang berwenang menyelesaikan wicara, baik di tingkat Banjar Adat maupun Desa Adat)
Pawos
(mengatur tatacara
penyelesaian wicara adat)
Pawos
(Mengatur tentang
dimungkinkannya upaya hukum [keberatan] terhadap
keputusan penyelesaian wicara di tingkat Desa Adat dengan memohon penyelesaian kepada MDA sesuai tingkatan,
serta batas waktu untuk mengajukan
keberatan dihitung sejak putusan Desa Adat)
Pawos
(Mengatur pelaksanaan [eksekusi] putusan/kesepakatan penyelesaian wicara
yang sudah memiliki
kekuatan hukum tetap, siapa yang melaksanakan, dan sanksi bagi pihak yang tidak menaati hasil penyelesaian wicara yang
sudah memiliki kekuatan hukum tetap)
Palet 4 Indik Danda
Pawos
(Mengatur
kewenangan Desa Adat menjatuhkan sanksi adat [pamidanda] jenis- jenis sanksi yang dapat dijatuhkan kepada pihak yang dinyatakan
bersalah [mulai dari sanksi yang
paling ringan, sedang, dan terberat] dikaitkan dengan wicara di bidang pawongan, palemahan, parahyangan; serta pengertian masing- masing
jenis sanksi tersebut)
Pawos
(Mengatur tahapan dan
prosedur penjatuhan sanksi dari yang ringan, sedang, dan terberat, serta batas waktu [sengker, waneng] masing-masing tahapan)
Pawos
(Mengatur tentang pihak/lembaga yang berwenang menjatuhkan sanksi)
SARGAH X PEMBANGUNAN DESA ADAT
MIWAH PEMBANGUNAN KAWASAN PERDESAAN DESA ADAT
Pawos
(Mengatur mengenai Pembangunan Desa Adat)37
Pawos
(Mengatur mengenai Pembangunan Kawasan Perdesaan Desa
Adat) 38
SARGAH XI
PEMBINAAN LAN PENGAWASAN, PEMBERDAYAAN, MIWAH PELESTARIAN DESA ADAT
Palet
1
Indik
1 Pembinaan Pawos
Indik
2 Pengawasan39
Pawos
(Mengatur tentang
peran Desa Adat dalam melakukan pembinaan dan pengawasan terhadap kelembagaan adat di Desa Adat)
2019.
2019.
37 Perlu memperhatikan ketentuan
Pasal 87 sampai
Pasal 89 Perda Desa Adat di Bali
38 Perlu memperhatikan ketentuan Pasal 90 sampai Pasal 92 Perda Desa Adat di Bali Selain memperhatikan pasal-pasal Perda Desa Adat di Bali 2019 seperti telah disebutkan
di atas, dalam hubungan dengan pembangunan Desa Adat dan Kawasan Perdesaan
Desa Adat,
perlu juga memperhatikan:
(1) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 6 Tahun 2014 Tentang
Desa, Pasal 95/Lembaga Adat Desa dan Pasal 96 sampai 102/Penataan Desa Adat.
(2) Peraturan Gubernur
Bali Nomor 47 Tahun 2019 Tentang Pengelolaan Sampah Berbasis Sumber.
(3)
Peraturan Daerah Provinsi
Bali Nomor 9 Tahun 2012 Tentang Subak.
(4) Peraturan Daerah
Provinsi Bali Nomor 2 Tahun 2012 Tentang
Kepariwisataan Budaya Bali.
(5) Keputusan
Parisada Hindu Dharma Indonesia Pusat Nomor 11/Kep/I/PHDIP/1994 Tentang Bhisama Kesucian
Pura.
39 Perlu memperhatikan ketentuan Pasal 93 dan pasal 94 Perda Desa Adat di Bali 2019.
Palet 2
Indik 1 Pemberdayaan
Pawos
Indik
2 Pelestarian40
Pawos
(Mengatur tentang peran Desa Adat dalam
melakukan Pemberdayaan dan Pelestarian Kelembagaan Adat di Desa Adat)
SARGAH XII
NGUWAH NGUWUHIN
AWIG-AWIG MIWAH PARAREM41
Pawos
(Mengatur tatacara
perubahan Awig-Awig dan/atau Pararem)
40
Perlu memperhatikan ketentuan
Pasal 95 Perda Desa Adat di Bali 2019.
Selain kedua catatan kaki di atas, perlu juga memperhatikan Awig-Awig, Pararem, atau sebutan
lain, yang selama ini sudah ada dan masih berlaku di Desa Adat setempat, baik
tertulis maupun belum tertulis, yang
dirumuskan sedemikian rupa sehingga sesuai dengan situasi dan kondisi Desa Adat setempat (‘desa mawacara’). Hal ini dimaksudkan
agar dalam melakukan pembinaan dan
pengawasan serta pemberdayaan dan pelestarian Desa Adat, tetap diupayakan dengan cara-cara yang sesuai adat
kebiasaan setempat (senantiasa menjunjung kesopanan dan kesantunan).
41 Tidak gampang
merumuskan dan menyusun
Awig-Awig dan Pararem tersurat. Merevisi
atau menyesuaikan ketentuan
Awig-Awig dan Pararem tersurat juga tidak dapat dianggap
enteng. Bukan berarti Awig-Awig dan Pararem yang sudah tersurat dan juga
sudah kapasupati, tidak dapat diubah atau direvisi. Awig-Awig dan Pararem yang
sudah tersurat dan juga sudah kapasupati, dapat diubah, direvisi,
atau disesuaikan dengan perkembangan masyarakat. Hanya saja, disarankan untuk
tidak ’terlalu rajin’ dalam mengubah, merevisi, atau menyesuaikan Awig-Awig
dan Pararem Desa Adat, agar energi tidak terkuras
hanya untuk mengubah
atau merevisi Awig-Awig dan
Pararem.
Sekali lagi perlu dikemukakan, bahwa usaha menyuratkan Awig-Awig Desa
Adat mengandung arti, antara
lain: (1) menyuratkan Awig-Awig yang
sebelumnya tidak tersurat; (2) merevisi Awig-Awig yang
sudah tersurat; (3) menyesuaikan sistematika Awig-Awig tersurat; dan
(4) menyusun buku Awig-Awig tersurat.
Semua dilakukan
dengan memperhatikan:
(1)
Ajaran agama Hindu.
(2) Awig-Awig, Pararem, atau sebutan lain, yang selama ini sudah ada dan masih
berlaku di Desa Adat setempat, baik
tertulis maupun belum tertulis, yang dirumuskan sedemikian rupa sehingga sesuai dengan situasi
dan kondisi Desa Adat
setempat (‘desa mawacara’).
(3)
Aturan perundang-undangan yang berlaku dalam wadah NKRI.
SARGAH
XIII PAMUPUT
Pawos
(Mengatur saat
berlakunya Awig-Awig [saat
kasungkemin], pernyataan mengenai
hal-hal yang belum
diatur akan berlaku
dresta
yang sudah berjalan didahului
dengan
Pararem)
Pawos
(mengatur aturan peralihan)42
Pawos
Ketentuan Penutup
42 Untuk lebih memahami substansi yang patut dicantumkan dalam
Bab Penutup Awig-Awig tersurat, agar
mencermati ketentuan Pasal 99, Pasal 100, dan Pasal 101 Perda Desa Adat di Bali
2019. Selain itu perlu ditegaskan,
bahwa sesudah Awig-Awig tersurat
berhasil disusun, tidak berarti bahwa semua ketentuan
Awig-Awig yang belum tersurat (adat
kebiasaan tidak tertulis yang telah diwarisi secara turun temurun) dinyatakan tidak berlaku. Atau
dengan kata lain dapat dikemukakan: walaupun Desa Adat sudah memiliki Awig-Awig tersurat, ketentuan Awig-Awig
yang belum tersurat (adat kebiasaan tidak tertulis yang telah diwarisi secara turun-temurun) tetap
berlaku sepanjang belum diatur dalam Awig-Awig
tersurat, sesuai dengan perkembangan masyarakat, dan tidak bertentangn dengan peraturan
perundang-undangan yang berlaku.
Ditetapkan di : Bali
Pada tanggal
: Buda Umanis,
Julungwangi, 27 Oktober
2021
PASAMUHAN AGUNG II MAJELIS DESA ADAT (MDA) BALI
Patengen Agung, |
a.n. Bandesa Agung, Panyarikan Agung, Patajuh Bidang Kelembagaan |
Ir. I Gede Arya Sena, M.Kes Dr. Drs.
I Made Wena, M.Si I Ketut Sumarta |
Komentar
Posting Komentar